In Memoriam: Hasnan Singodimayan

Antariksawan Jusuf (dipublikasikan pada Kamis, 15 September 2022 07:47 WIB)
- Obituari



In Memoriam: Hasnan Singodimayan

Oleh: Mursyid Ma’sum

Belum rampung menulis kenangan tentang Buyung, tiba-tiba kita kembali berkabung.
Innaalillaahi wainnaa ilaihi rajiuun…Telah berpulang ke Rahmatulloh Pamanda Hasnan Singodimayan, ayah Buyung, adik bapakku, yang jiwa kesenimanannya juga mengalir dalam darahku. Tepat pada hari Selasa, tanggal 13 September 2022, sekitar pukul 20.45 dalam usia menjelang 92 tahun.

Beliau lahir di Banyuwangi tanggal 17 Oktober 1931 merupakan anak ke-7 dari 9 bersaudara.
Mengenyam pendidikan di madrasah dan Pondok Gontor Ponorogo tahun 1955, kemudian berlanjut ke KPPD Perikanan.
Tahun 1966 bekerja sebagai Petugas Teknik Lapangan Perikanan pada Dinas Perikanan Kabupaten Banyuwangi hingga pensiun sebagai PNS tahun 1986.

Beliau lebih suka memanggilku Mursyid, ketimbang Mumuk atau Muk. Mungkin beliau faham arti kata mursyid, atau mengetahui latar belakang sejarah mengapa ayahku memberi nama Mursyid. 

Ketika aku lahir tahun 1956, beliau masih pegantin baru, menyunting gadis manis dari Pendarungan, Pakis. Bulan Mei 1957, lahirlah anak pertama, Buyung Pramunsyi.

Sejak dari remaja beliau senang menulis.
Tulisan pertamanya  dimuat di Majalah WAKTU  Medan dengan judul “Lailatul Qadar” tahun 1955. Beliau menulis puisi, cerpen, dan esai di rubrik Tanah Air  harian Terompet Masyarakat Surabaya kemudian menjadi Redaktur untuk rubrik Tanah Air. Beliau juga menjadi Redaktur tamu untuk tabloid Lokal, 
antara lain Gandrung PosBanyuwangi Pos dan Gema Blambangan.

Untuk ketemu beliau di rumahnya, 
saya selalu menyediakan waktu khusus 
karena percakapan bisa berlangsung sehari penuh. Selain topiknya selalu menarik juga gaya bertuturnya  selalu menyisakan daya tarik lain yaitu pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban. Jadi, sangat sayang untuk distop.

Beliau juga menulis novel yang dimuat bersambung di harian Bali Post dengan judul “Yang Gandrung Penari” dan “Kerudung Santet Gandrung”. Judul yang terakhir itu  diangkat sebagai naskah sinetron oleh TPI (sekarang MNC TV) dengan judul “Jejak Sinden” tahun 1994.

Menulis ceritera bersambung dalam bentuk novel di rubrik GAYA di harian TERBIT Jakarta dengan judul “Badai Selat Bali”. Juga menjadi peserta tetap Festival Istiqlal 1991-1995 di Jakarta mewakili seniman Banyuwangi dalam acara seminar: “Islam dan Kebudayaan Indonesia dulu, kini dan esok” 

Saya adalah salah satu murid beliau 
bersama Buyung, Afandi Suryadi, Cipta Abadi, Pomo Martadi dan lain-lain yang tergabung dalam paguyuban panyair muda di Persada Blambangan kala itu. Setiap bulan, paguyuban mengirim puisi kami secara kolektif dalam rubrik Pawai Puisi Antar Kota 
di koran sastra Pelopor Jogja yang diasuh oleh “Presiden” penyair jalanan Malioboro yaitu almarhum Umbu Landu Paranggi.

Kemampuannya menulis, telah dibuktikan dengan berbagai prestasi. Pemenang III penulisan cerpen DKS dengan judul “Lailatul Qadar” tahun 1973, Pemenang II penulisan puisi di BBC London tahun 1980, Pemenang III kisah kepahlawanan Kemerdekaan oleh Angkatan 45 Pusat Jakarta dengan judul tulisan  “Perempuan itu Bingkai Pesawat” , diterbitkan oleh Balai Pustaka.
Menulis esai di rubrik Seni Budaya dan Hiburan Surabaya Post, Persinggahan Bali Post dan lain-lain.
Sebagai budayawan, beliau juga banyak diundang menyampaikan makalah. Antara lain berjudul “Posisi budaya Osing dalam aneka kebudayaan Jawa Timur”.

Sepulang dari sekolah di Jepang 1997, aku
hadiahi dua kumpulan puisiku, yaitu “Burung Bul-Bul dan Anak-Anak Zaman” (1998) dan
“Empat Musim di Negeri Matahari” (1998).
Tanpa sepengetahuanku, beberapa puisiku dikirim dan dimuat di rubrik sastra Bali Post.
Bahkan memasukkan namaku sebagai salah satu penyair Banyuwangi. Hal ini beliau ceriterakan setelah beberapa tahun kemudian.
Sebagai aktivis seni dan budaya, beliau pernah menjadi Ketua HSBI  (Himpunan Seni Budaya Islam) cabang Banyuwangi tahun 1960-1965, juga mendukung Manifesto Kebudayaan (Manikebu) 1963.

Aktif dalam berbagai komunitas budaya: Anggota Dewan Kesenian Blambangan
seksi Sastra dan Seni Islam 1980-1995,
Penasehat Dewan Kesenian Blambangan 1995-2001, pengasuh sandiwara radio bahasa Using setiap malam minggu di RKPD Suara Blambangan (1975 - ). Beliau juga pernah duduk sebagai sesepuh Kelompok Selasa, suatu kegiatan sastra setiap malam selasa di RKPD, sejak tahun 1975.

Karya tulis beliau sangat banyak. Selain beberapa telah disebutkan di atas, masih ada yang belum disebut, seperti novelnya yang berjudul “Kerudung (santet) Gandrung” dan
“Suluk Mu’tazilah”. Belakangan ada "Niti Negari Bala Abangan", "Hadirnya Setiap Malam dan Semalam Suntuk", terakhir ada yang berbahasa Using "Warung Bathokan."

Di akhir hidupnya, beliau banyak menulis tentang ta’wil dari beberapa kata atau ayat, bahkan surat dalam Al Qur’an khususnya “surat-surat mantra” dalam juz ke-30. Tulisan ta’wil ini hanya untuk kalangan terbatas dan saya salah satunya.

Allohummanghfirlahu Warhamhu waafiihi wa’fuanhu
Semoga amal ibadahmu diterima dan tetap mengalir mengirim pahala. Segala dosamu diampuni, dan dilipatgandakan pahalanya.

Selamat jalan pamanku, memulai kehidupan baru yang abadi, menemui Rabb-mu yang telah menunggu kedatanganmu, menemui anak-anak dan isterimu yang telah mendahului.

Cepat atau lambat, kita segera menyusul.

Sakura Regency, Bekasi
14 September 2022

Redaktur menerima berbagai tulisan, kirimkan tulisan anda dengan mendaftar sebagai kontributor di sini. Mari ikut membangun basa Using dan Belambangan.


Sumber : Mursyid Ma'sum

Editor: Hani Z. Noor