KAHANAN dan Terbang Timpal Banyuwangi
Elvin Hendratha (dipublikasikan pada Rabu, 27 Januari 2021 07:40 WIB)
- Resensi
Pada tahun 1994 mendiang Innisisri (penabuh drum kawakan dari Kantata, Swami, dan Dalbo) pernah mengadakan workshop bersama komunitas hadrah dari Banyuwangi. Innisisri yang mengembangkan konsep musik “Kahanan”, mengajak musisi Banyuwangi menggarap sebuah konsep musik yang memiliki nilai kesetaraan dan kesejajaran, yang melebur menjadi satu kesatuan. Kerelaan menanggalkan ego dan jiwa corsa masing-masing individu, menjadi modal dasarnya untuk melahirkan peristiwa dialog budaya. Sebuah ruang dialog antar budaya, yang tidak hanya menjadi istilah dalam sebuah garapan musik.
Konsep dasarnya memberikan inspirasi pemuda dalam melakukan kegiatan seni yang berorientasi budaya pop Barat, tetapi tidak menghilangkan latar belakang kekayaan budaya adiluhung daerah. Sebuah upaya memberikan kesadaran bahwa bagaimana musik tradisional dan modern dapat dipadukan dalam kemasan menarik dengan tanpa menghilangkan kekuatan tradisi lokalnya.
Kahanan secara etimologis diartikan sebagai “situasi” dalam Bahasa Jawa, sebenarnya telah dikembangkan Innisisri itu sejak tahun 1983. Melalui konsep musik komptemporer, Innisisiri memperkenalkan alat musik tradisional Indonesia mulai dari Terbang Hadrah Banyuwangi hingga Taganing (gendang dari Batak) dileburnya, dengan memberikan ruang memainkan pola-pola masing-masing dalam satu kesatuan kesetaraan.
Kembali peristiwa tahun 1994, di Gedung Pramuka Banyuwangi Innisisri memilih bergaul dengan musisi-musisi tradisional Banyuwangi guna merealisasikan mimpinya. Innisisri berlatih berhari-hari, mengadakan workshop, bahkan tidur di gedung Pramuka untuk menemukan format kolaborasi. Ketertarikannya dengan pukulan Hadrah Timpal Banyuwangi, direalisaikannya dengan berkolaborasi bersama 5 (lima) penabuh Hadrah dibawah pimpinan Adnan dari Cungking.
Penerbang Hadrah Banyuwangi memainkan lima Terbang. Terdiri dari dua pasang Terbang Nggowo dan Lebon, ditambahkan satu Terbang Ontheng dan satu Jidor Gedhi. Kahanan mencapai puncaknya ketika menorehkan sejarah melahirkan Orkestrasi Perkusi dalam forum musik dunia "Mundial Festival 2001" di Tilbrug Belanda. Event di Tilbrug Belanda menimbulkan dampak pada eksistensi budaya lokal/tradisi dan membawa nama Banyuwangi dalam percaturan musik dunia. Melalui peralatan musik tradisi “Terbang” mereka terbang keliling Eropa dan Jepang menaiki pesawat Kahanan. Konsep Kahanan juga membawa rangsangan bagi masyarakat Banyuwangi dalam mencintai budaya dan seni hadrahnya, sehingga pada akhir tahun 2003 masyarakat Banyuwangi secara mandiri melakukan konser hadrah massal yang dicatat MURI.
Revolusi secara intens konsep Kahanan terus dilakukan, termasuk saat menambahkan guitaris Elpamas Toto Tewel dan Owno W. Cahyo pada bass. Kondisi ini melahirkan album bertajuk "Spirit". Innisisri didampingi sekelompok musisi tradisional Banyuwangi, kembali memainkan interpretasi kontemporernya tentang musik hadrah Banyuwangi. Penampilan yang sangat spektakuler, perpaduan musik yang cantik. Tanpa menghilangkam kuntulan sebagai idiom aslinya. Bahkan bila kita perhatikan, pukulan dan bentuk kuntulan terlihat manjadi kiblatnya. Bentuk Gending Kuntulan yang ditampilkan diisi dengan kolaborasi yang sangat ekstrim.
Memperhatikan penampilan pukulan Terbang, mulai dari : Krotokan, Yahum, Timpal 5 dan 4, terdengar masih sangat terlihat jelas utuh. Totok sengaja mengikuti musik yang dimiliki Banyuwangi, termasuk dalam sincope-sincope nya yang sangat jelas adalah sincope-sincope Kuntulan. Nilai-nilai didalamnya sangat kental, dengan tanpa mengurangi bagian dari kuntulan itu sendiri. Ending yang dilakukan juga sangat dahsyat, sincope karakteristik dengan skill yang tidak dimiliki daerah lain.
Mendiang Innisisri yang awalnya memang dibesarkan dari musik tradisi itu, dipandang banyak orang sebagai musisi besar yang memiliki pribadi rendah hati. Sehingga keberhasilan kolaborasi Kahanan dengan musisi Banyuwangi juga tidak lepas dari kerendahan hati pribadinya. Innisisri besar, sangat hormat dan tidak menganggap kecil musisi-musisi tradisi Banyuwangi. Innisisri acap bercengkrama dengan para musisi lokal yang kebanyakan berasal dari Cungking itu di Gedung Pramuka Banyuwangi. Bahkan saat itu, Gedung Pramuka selain digunakan ruang workshop berbulan-bulan, Innisisri juga berinteraksi langsung dengan masyarakat kawasan Cungking dan sekitarnya.
Ketika tampil di Jakarta, keliling Eropa dan Jepang, Innisisri kemudian memberikan hadiah penampilan kolaborasi tersebut di Gedung Wanita Banyuwangi. Rasa kagum juga tak putus-putus kepada drummer yang rendah hati ini, karena masih memikirkan masyarakat Banyuwangi untuk bisa melihat langsung hasil karya bersama itu.
Memang tidak terlalu banyak cerita yang bisa dirajut terkait cerita debut langkah Kahanan. Selain karena minimnya dokumentasi pada saat itu, serpihan puzzle ingatan Pak Rajuli dan mendiang Pak Sahuni telah banyak yang hilang. Padahal Kahanan saat bersama komunitas Hadrah Banyuwangi, telah menjadi karya yang banyak dikagumi pemerhati musik dunia pada saat itu.
Redaktur menerima berbagai tulisan, kirimkan tulisan anda dengan mendaftar sebagai kontributor di sini. Mari ikut membangun basa Using dan Belambangan.
Sumber : Elvin Hendratha
Editor: Hani Z. Noor