Mozes Misdy, Pelukis Bahari Itu Telah Berpulang
Antariksawan Jusuf (dipublikasikan pada Minggu, 31 Januari 2021 08:23 WIB)
- Esai
Catatan Henri Nurcahyo
Pagi tadi (31/1/21) sebuah berita duka saya terima: Pelukis Mozes Misdy meninggal dunia sekitar pukul 03.00 WIB setelah dirawat di rumah sakit selama dua hari. Bukan karena Covid, namun selama ini almarhum memang memiliki kadar gula tinggi.
Sepuluh tahun yang lalu, saya pernah mendapatkan pekerjaan menulis buku profil pelukis Mozes Misdy. Buku sudah selesai ditulis, sudah dibuat dummy beberapa kali. Honor penulisan juga sudah lunas. Hanya saja ada catatan, kalau bukunya terbit maka saya mendapatkan bonus dari kolektornya, sebuah lukisan karya Mozes. Namun lantaran hingga sekarang ini buku belum juga terbit, saya belum memiliki lukisannya.
Saya membayangkan, andaikata buku itu jadi diterbitkan, tentu menjadi catatan bersejarah bagi dunia seni rupa tentang pelukis legendaris dari Banyuwangi itu.
Berikut ini adalah sekadar cuplikan isi buku itu.
Mozes Misdy lahir tanggal 14 Desember 1938 di desa Gambiran, Gambiran, Banyuwangi. Sejak tahun 1980 keluarganya pindah ke Ketapang, tidak jauh dari pelabuhan menuju Bali. Soal tahun kelahiran ini, memang sempat tertulis di KTP tahun 1941, karena memang sengaja dibikin lebih muda untuk suatu keperluan.
Nama aslinya hanya Misdy, tanpa Mozes. Tambahan nama itu karena semasa kecil pernah ikut keluarga Katolik, sempat dibaptis dan diberi nama Mozes (Musa). Dia juga pernah ikut Sekolah Minggu. Namun hal itu tidak membuatnya fanatik atau beralih agama. “Dibaptis ya karepmu,” ujarnya waktu itu. (dibaptis ya terserah). Dan ternyata, nama tambahan Mozes itu membawa keberuntungan dalam perjalanan hidupnya di kemudian hari.
Selama ini Mozes Misdy dikenal dengan karya-karya lukisannya berupa perahu dan pemandangan pantai serta kehidupan nelayan. Sedemikian kuat penguasaannya terhadap kehidupan nelayan dan pantai, sampai-sampai dari lukisannya seolah-olah dapat tercium aroma amis ikannya. Namun dalam kesempatan yang lain, Mozes juga piawai melukis profil perempuan, pesona alam, suasana pedesaan maupun ekspresi sosial dan karya-karya ekspresionistik. Toh Mozes tak berani mengklaim telah memberi “roh” pada lukisannya. “Hanya Tuhan yang mampu memberi roh,” kilahnya.
Mengapa Mozes banyak melukis nelayan dan pantai? Putera seorang Guru Mengaji ini beralasan, bahwa nelayan adalah figur manusia yang pantang menyerah. Mereka selalu jujur dalam hal mencari nafkah. Dan ketika terombang-ambing berada di tengah laut, mereka pasrah sepenuhnya pada Tuhan.
Satu hal yang pantas dicatat, apapun obyek lukisan yang dihadirkannya, gaya Mozes masih tetap terasakan khasnya. Teknik melukis dengan menggunakan pisau palet, adalah ciri khasnya yang sudah sejak tahun 1969 menjadi pilihannya. Sulit menemukan tandingan dalam hal penguasaan teknik melukis dengan palet ini. Sejumlah cat dari beberapa warna yang sebelumnya dicampur di tempat tertentu, ataupun langsung dipelototkan ke atas kanvas, diakhiri dengan permainan pisau palet yang seolah-olah sudah menyatu dengan jari jemari tangannya. Dan yang menarik, semua cat yang dipergunakan adalah produksi Mozes sendiri.
Bagi anak ketiga dari 13 bersaudara, dan satu-satunya lelaki ini, melukis sudah menjadi jalan hidupnya. Melukis adalah kebutuhan batin, sebuah kenikmatan tersendiri sebagaimana makan untuk memenuhi kebutuhan fisik. Sehingga setiap hari harus melukis, untuk memenuhi rasa lapar batin. Tidak perlu harus menunggu ada inspirasi atau tidak. Bahkan ketika suasana hati sedang suntuk sekalipun, harus dapat dikelola dengan baik untuk menghasilkan karya lukis. Melukis bukan lagi sebatas hobi.
Mozes Misdy adalah pelukis senior Indonesia yang telah memiliki jam terbang yang meyakinkan. Ratusan kali pameran bersama telah diikutinya di berbagai kota dan sejumlah negara, serta puluhan kali pameran tunggal telah dijalaninya. Posisinya dalam dunia seni rupa Indonesia, menempatkan sosok Mozes Misdy sebagai pelukis profesional yang memiliki dunia sendiri. Gaya lukisannya, maupun tema-tema yang dihadirkan, semuanya sudah mencitrakan diri sosok Mozes Misdy. Kemahirannya melukis perahu dan suasana pantai sudah tak diragukan lagi, lantaran sudah sangat banyak file yang masih tersimpan dalam memorinya.
Mozes Misdy hingga meninggal dunia masih betah di Desa Ketapang, tak jauh dari pelabuhan Ketapang yang sangat dekat dengan kehidupan laut, pantai dan dunia nelayan pada umumnya. Meskipun, demi melampiaskan jiwa kreativitasnya, lelaki yang selalu energik ini seringkali berdiam di beberapa kota, termasuk di Australia, dan menjadikan tempat itu sebagai studio lukisannya.
Selamat jalan Pak Mozes.
Redaktur menerima berbagai tulisan, kirimkan tulisan anda dengan mendaftar sebagai kontributor di sini. Mari ikut membangun basa Using dan Belambangan.

