Mulai Kapan Nama Blambangan Digunakan?
M Hidayat Aji Wirabhumi (dipublikasikan pada Jumat, 06 Maret 2020 08:53 WIB)
- Esai
Membaca Balambangansch Adatrecht karya Dr.Y.W. De Stoppelaar (1927), kita dapat memahami bahwa ternyata yang mendikte sejarah Kerajaan Balambangan harus bermula dari Arya Wiraraja adalah Brandes yang didukung oleh Muhlenfeld, Stoppelaar, dan sebagainya. Brandes tidak bisa membedakan antara Balambangan dengan Lamajang Tigangjuru-nya Arya Wiraraja.
Juga pendapat Brandes mengenai Bhre Wirabhumi. Kesalahan besarnya adalah menyamakan Mandala Wirabhumi (salah satu Propinsi dari Majapahit) dengan Kerajaan Balambangan, dan menyamakan tokoh Sejarah nyata Bhre Wirabhumi (dari Negarakretagama) dengan tokoh dongeng Menak Jinggo (dari Serat Damarwulan dan Serat Kanda). Dengan demikian, kita tidak akan pernah menemukan sejarah Kerajaan Balambangan dalam karya mereka. Justru mereka membahas Lamajang Tigangjuru, loncat ke Mandala Wirabhumi dan melompat jauh ke Kabupaten Banyuwangi.
Menelusuri mitos Menak Jinggo merupakan hal yang sangat menarik, untuk mengungkap apakah sosok ini tokoh fiktif atau nyata? Namanya adalah nama gelar ataukah nama sesungguhnya?, Apakah satu orang atau beberapa orang? Dan yang paling utama, mengingat tokoh ini sangat diidentikkan dengan Balambangan (khususnya Banyuwangi). Apakah Menak Jinggo berkaitan dengan Balambangan (dalam hal ini Banyuwangi) atau tidak?
Penelusuran ini mengarah kepada sisi politik dimana Balambangan selalu diadu secara paksa melawan Majapahit, termasuk adudomba antara Hindu melawan Islam. Padahal fakta-fakta prasasti tidak pernah mengatakan adanya hal itu, karena Balambangan belum berdiri sebagai Kerajaan Merdeka saat Majapahit masih ada (1293-1478). Kecuali fanatisme sebagian kecil dari kita (sebagaimana orang daerah lain juga) yang selalu merasa bahwa daerahnya lebih dari daerah lain.
Menganggap bahwa Balambangan baru ada setelah tahun 1400-an bukan berarti menjadikan wilayah Ujung Timur Pulau Jawa ini sebagai tanah tak bertuan di tahun-tahun sebelum itu. Walau belum ada bukti catatan tertulis, namun peradaban pernah ada di Kendeng Lembu (Glenmore Banyuwangi), Alas Purwo (Tegaldlimo Banyuwangi), Kawah Ijen Banyuwangi-Bondowoso, Situs-situs Megalitik di Bondowoso, Jember, dan Situbondo, juga Candi-candi di Jember, Lumajang, dan Probolinggo. Dapat disebutkan beberapa nama seperti Kerajaan Purwacarita dalam Babad Tanah Jawi dan Kerajaan Ijennagari/Tarumpura atau Medang Kamulan menurut Sejarawan UNEJ, Sukamto. Belum lagi nama-nama seperti Sadeng, Ketah, Pakembangan, Patukangan, Lamajang dan sebagainya dalam Negarakertagama yang semuanya menggambarkan adanya peradaban tua, sudah ada sebelum Balambangan ada di wilayah timur Jawa ini.
Seperti halnya Keraton Jogjakarta Hadiningrat yang berdiri di atas reruntuhan Kerajaan Mataram Jawa. Kerajaan Mataram Jawa berdiri diatas reruntuhan Kesultanan Pajang. Kesultanan Pajang berdiri diatas reruntuhan Kerajaan Pengging. Kerajaan Pengging berdiri diatas reruntuhan Mandala Pajang (wilayah Bhre Pajang era Majapahit). Mandala Pajang berdiri diatas reruntuhan Kerajaan Boko/Prambanan. dan seterusnya.
Menurut penulis, kita tidak perlu memaksakan nama Kerajaan Balambangan sudah ada sejak tahun sekian atau abad sekian. Penulis sepakat dengan Samsubur dalam bukunya ‘Sejarah Kerajaan Blambangan’ yang menyebut nama Balambangan benar-benar baru dipakai sebagai nama tempat sejak tahun 1705 saat Prabhu Agung Danureja membangun ibukota baru di Alas Kebhrukan Muncar yang disebut sebagai Kutharaja Balambangan (situs stinggil, Umpak Songo, dan lain-lain).
Jadi, Nama Balambangan sebagai nama sebuah Kerajaan telah mulai digunakan setelah runtuhnya Majapahit (Babad Sembar), walau nama Balambangan sebagai nama ibukota baru digunakan pada masa Prabhu Agung Danureja (Babad Tawangalun).
#Mas Aji Wirabhumi
#Jejak Sejarah Kerajaan Balambangan
Redaktur menerima berbagai tulisan, kirimkan tulisan anda dengan mendaftar sebagai kontributor di sini. Mari ikut membangun basa Using dan Belambangan.
Sumber : Babad Blambangan Brandes, Babad Sembar, Babad Tawangalun, Suluh Blambangan, Sejarah Kerajaan Blambangan Samsubur, Blambangan Adatrecht JW. de Stoppelaar, dll.
Editor: Antariksawan Jusuf
