Pangeran Majapahit Pendiri Balambangan (1 dari 3)

M Hidayat Aji Wirabhumi (dipublikasikan pada Senin, 29 Juni 2020 07:39 WIB)
- Esai



Balambangan memberontak melawan Majapahit? Balambangan musuh Majapahit? Balambangan mencuri keris Majapahit? Balambangan menculik putri Majapahit? Bagaimana semua dongeng itu bisa terbukti jika Majapahit runtuh tahun 1478 sedangkan Balambangan baru berdiri setelah itu?

Marilah kita simak kronologi yang dituturkan dalam Babad Sembar berikut ini; 
“Lembu Miruda ikang wawangi rusake Majalengka ngetan laku-laku tan ketang ring Pringgabaya.” Artinya; “Lembu Mirudha yang mendapati runtuhnya Majapahit, pergi ke timur hingga sampai di Pringgabaya (Surabaya?).”

Nama Lembu Mirudha itu sepertinya bukan nama sesungguhnya dari Pangeran Majapahit yang ‘minggat’ dari istana ketika "rusake Majapahit". Hal ini karena Mirudha bermakna Minggat. Lembu Mirudha adalah bangsawan yang minggat. 

Yang jelas tujuan ‘minggat’ sang Lembu Mirudha ini adalah Pringgabaya yaitu nama lama dari Surapringga atau Surabaya. Dan jika dilihat dari rute ini ada kemungkinan dia meminta perlindungan kepada penguasa atau tokoh penting di Surabaya saat itu yang tiada lain adalah Sunan Ampel, penghulu penyebaran Agama Islam di Ampel Denta, Surabaya.

Selanjutnya dalam Babad Sembar:
“Dadhawakan manjing alas munggah ardi tkeng wana Blangbangan mangke anjujug ing Watu Putih.” Artinya; “Seorang diri masuk hutan, naik gunung sampai di hutan wilayah Balambangan, tepatnya di Watu Putih.”

Jadi setelah dari Surabaya, Pangeran Lembu Mirudha melanjutkan perjalanan ke Batu Putih. Nama tempat Batu Putih ini kita temukan dalam Serat Centini dengan nama lain yakni Selo Cendhani sebagai tempat yang dikunjungi oleh Niken Rancangkapti. Perhatikan terjemah Serat Centini berikut ini;
“Perjalanan Niken Rancangkapti dilanjutkan… Dari Nglicin (Licin) ke selatan sampai di Candhi Sela Cêndhani atau Candhi Pêthak. Di tempat itu Niken Rancangkapti heran karena belum pernah melihat candi yang terbuat dari Batu Putih.”

Jika melihat toponim-nya, juga letak geografisnya di selatan Dusun Nglicin atau Licin di Banyuwangi, maka letak Watu Putih alias Candi Selo Cendhani adalah di daerah Macanputih kecamatan Kabat, Banyuwangi. Di tempat tersebut kelak (sekitar tahun 1655) Sunan Tawangalun II mendirikan istana dan ibukota baru untuk kerajaannya. Perhatikan babad Tawangalun berikut ini:
“Pada suatu hari Tawang Alun menyepi ke kaki Gunung Raung hendak bersemadi. Sesudah tujuh malam terdengar suara yang memberitahunya bahwa seekor Harimau Putih akan membawanya ke hutan Sudimara, tempat kerajaannya yang baru: Macan Putih.”

Apalagi Dr. Johannes Muller dari Jerman masih sempat mengabadikan dengan lukisan tangannya tentang keberadaan Candi di Macan Putih, Kabat Banyuwangi itu tahun 1859 dalam bukunya Ueber Alterthuemer des Ostindishen Archipels.

Lokasi ini mungkin juga sempat disinggahi atau paling tidak dilalui oleh Pangeran Jaya Pakuan atau Bujangga Manik sepulang dia dari Bali (1512). Naskah Bujangga Manik menyebutkan:
“Sesampainya kembali di pelabuhan Balambangan Bujangga Manik menuju ke kaki Gunung Rahong.” 

***

Di tempat yang bernama Watu Putih atau Batu Putih atau Selo Cendhani ini, kemudian Pangeran Lembu Mirudha bertapa untuk meminta kepada Tuhan agar keturunannya kelak dapat menjadi raja di Ujung Timur Jawa. Perhatikan Babad Sembar berikut ini;
“Kadheg irika mangun asrama, kukuh pageh asramane, tanpa mangan anginum, tan aturu raina wngi, lwir mati raga tulya anedheng Hyang Agung arabi adrebe putra anurunaken tedak tumdhak Aji ngawawa Jawa Wetan. Asrama saulan sapta wngi antaranya winehan dening Hyang.” Artinya; Dia mendirikan pertapaan dan bersemadi. Kukuh teguh tapanya, tanpa makan dan minum juga tanpa tidur siang malam. Mati Raga untuk meminta kepada Tuhan supaya keinginannya dikabulkan, yaitu agar dikaruniai anak laki-laki yang bakal menjadi raja dan menurunkan raja-raja di Ujung Timur Jawa. Sesudah bertapa sebulan tujuh malam, permintaannya itu diluluskan. 

Setelah satu bulan lebih tujuh malam, keinginannya terkabul. Perhatikan Babad Sembar:
“Lami drebe putra rorwa lanang ikang asepuh. Ikang rayi istri yu lewih Mas Ayu Singasara warna lwir sitangsu kang sepuh sinung paparab Emas Sembar ring Blangbangan jeneng Aji Nyakrawati kang wetan.” Artinya: Dia memiliki dua orang anak. Yang pertama seorang laki-laki dan yang muda seorang perempuan bernama Mas Ayu Singasari. Anak yang laki-laki itu namanya Mas Sembar dia ada di Balambangan, dan kemudian Nyakrawati (menjadi raja) di Ujung Timur Jawa.

Dari sini dapat kita ketahui bahwa Lembu Mirudha bukan pendiri Kerajaan Balambangan. Dia adalah ayah dari pendiri Kerajaan Balambangan, yaitu Mas Sembar.

(Bersambung)

____________________
*Tulisan ini baru tinjauan sederhana dari penggabungan beberapa sumber. Maka kesimpulannya juga baru sementara. Belum bisa dijadikan rujukan sampai nantinya selesai diteliti.

Redaktur menerima berbagai tulisan, kirimkan tulisan anda dengan mendaftar sebagai kontributor di sini. Mari ikut membangun basa Using dan Belambangan.


Sumber : Babad Sembar, Pararaton, Babad Tawangalun, Serat Centhini, Naskah Bujanggamanik, dll

Editor: Hani Z. Noor