Pronomina Persona Bahasa Using yang Tercecer

Antariksawan Jusuf (dipublikasikan pada Sabtu, 01 Januari 2022 08:18 WIB)
- Kolom Bahasa Using



Kalau merujuk pada Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Badan Bahasa, 2021) pronomina adalah kata yang berfungsi sebagai pengganti nomina. Fungsinya adalah sebagai inti frasa nominal dan dapat menduduki fungsi frasa nominal dalam kalimat, seperti subjek, objek, pelengkap ataupun predikat. Sementara Pronomina Persona (PP) dipakai untuk mengacu pada orang, PP pertama, kedua atau ketiga.

Ada beberapa penelitian yang mencatat PP dalam bahasa Using, meskipun masih ada yang tercecer tidak tercatat.

1. Dalam buku Tingkat Tutur Bahasa Jawa Dialek Banyuwangi (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1986), ditemukan hasil penelitian tersebut sebagai berikut:

isun, kula ‘saya’ (PP pertama tunggal)

sira, ira, hira, rika, ndika ‘kamu’ (PP kedua tunggal)

iyane, enggihe, kiyambeke, piyambeke ‘ia’ (PP ketiga tunggal)

kene, kita ‘kita’ (PP pertama jamak)

sira kabeh, ira kabeh, rika sedaya, ndika sedanten ‘kamu semua’ (PP kedua jamak).

Agak mengagetkan karena muncul kata /enggihe/ yang merupakan terjemahan /iyane/ (iya dalam bentuk besikinya adalah enggih). Apakah /enggihe/ ini merupakan variasi besiki dari /iyane/ yang sering dipakai atau muncul sekali dalam penelitian itu, tidak diketahui.

2. Buku lain yang mencatat PP bahasa Using adalah Pendekatan Stilistik Dalam Puisi Jawa Modern Dialek Using (Dep. Pendidikan Nasional, 2000). Buku ini menyebutkan PP Using adalah:

isun ‘aku’  (PP pertama tunggal)

sira ‘aku’

ira ‘aku’

hira ‘aku’

rika ‘aku’

sira ‘kamu (PP kedua tunggal)

iyane ‘ia’ (PP ketiga tunggal)

kene ‘kita’

sira kabeh ‘kamu semua’

ira kabeh ‘ kamu semua’

Saya yakin ada kesalahan penulisan yang menyebutkan sira, ira, hira, rika sebagai ‘aku’, mestinya kelompok kata ini adalah berarti ‘kamu’ (PP kedua tunggal).

3. Lantas ada skripsi berjudul Personal Pronouns in Using Language (An Analysis of Forms and Functions), Rona Fajar Wana, Univ. Halu Oleo, 2015, tidak diterbitkan), yang mencatat:

isun, ihun, hun, sun (aku – PP pertama tunggal)

hira, ira, sira, rika, ndika (kamu – PP kedua tunggal)

kene, kita (kita – PP pertama jamak)

rika kabeh (PP kedua jamak)

iyane, lareku, larikau (dia - PP ketiga tunggal)

iyane kabeh (mereka – PP ketiga jamak).

Perhatikan pada PP ketiga tunggal, selain /lareku/ dibedakan juga /larikau/, padahal kedua PP ini sebenarnya sama. Hanya dalam pengucapan, ada ciri bahasa Using yaitu “pseudo diftong” (mirip diftong padahal bukan) yang terjadi pada kata yang berakhiran dengan bunyi /i/ atau /u/ yang dibunyikan /ai/ atau /au/ dan posisinya ada di akhir sebuah kalimat. Ciri ini tidak memengaruhi arti, jadi bisa diabaikan (tidak perlu dituliskan seperti bunyinya). Jadi /larikau/ sebenarnya sama dengan /lareku/.

Ada beberapa PP yang tercecer dan belum tercatat dari beberapa hasil penelitian tersebut. Misalnya (1) iyen ‘saya’(dari Aliyan Rogojampi), (2) isen ‘saya’ (daerah Lateng Rogojampi), dan (3) yang melesap berbentuk seperti awalan bunyi nasal (dalam bahasa Using n-, m-, ny-, ng-) dengan verba.

Misalnya:

E+juwut= enjuwut (kuambil)

E+beliyaki= embeliyaki (kusibaki)

E+ keplak= engkeplak (kupukul)

E+nyanyah= enyanyah (kukenyam)

Dalam pembicaraan dengan kang Hasan Basri (sekarang Ketua Dewan Kesenian Blambangan) beberapa tahun lalu, beliau pernah memberi contoh bentuk PP jamak pertama, kedua dan ketiga, sebagai berikut:

Engkene aja milu engkana 'kita jangan ikut mereka'.

Engkono aja milu pisan 'kamu semua juga jangan'.

(4) engkene

(5) engkono

(6) engkana

Menurut Wedhawati dkk (Tata Bahasa Jawa Mutakhir, Kanisius 2006) bentuk /kene/, /kana/, /kono/ dalam bahasa Jawa (atau dalam hal ini /engkene/, /engkana/ dan /engkono/ dalam bahasa Using) merupakan bentuk yang bersifat dialektal.

PP lainnya yang belum pernah tercatat adalah:

 (7) Awak ‘saya’  (PP pertama tunggal)

Misalnya: Awak buru teka wis keneng uwel 'Saya baru saja datang sudah kena damprat'.

(8) Awak-awak ‘kita’, (9) awak dhewek ‘kita’  (PP pertama jamak).

Semisal: Awak-awak dianggep paran dienggo memengan gedigi 'Kita dianggap apa dipermainkan begini?'.

Awak dhewek wis suwi nganteni, kurang paran maning? 'Kita sudah lama menunggu, kurang apa lagi?'

Apakah ada lagi lainnya?

Redaktur menerima berbagai tulisan, kirimkan tulisan anda dengan mendaftar sebagai kontributor di sini. Mari ikut membangun basa Using dan Belambangan.


Editor: Hani Z. Noor