Sekali Lagi: Using, Osing atau Oseng

Antariksawan Jusuf (dipublikasikan pada Sabtu, 26 Maret 2022 07:26 WIB)
- Kolom Bahasa Using



Saya membaca Catatan Rektor Universitas 17 Agustus, Pak Andang Subaharianto, di harian Radar berjudul “Using, Osing, Oseng.” Sungguh suatu kemunduran (set back). Beberapa kali beliau menafikkan apa yang sudah terjadi sebagai sesuatu yang diyakini layaknya ‘masa depan’ dengan penggunaan kata “kelak” atau ‘hendak”.  Misalnya dalam paragraf tiga: Apalagi, bila bahasa Osing kelak masuk sekolah. Sebagai muatan lokal, Siswa dan guru akan bingung. Mana yang harus dipilih: Using, Osing ataukah Oseng? Paragraf delapan: Apalagi, bila bahasa Osing hendak ditetapkan sebagai muatan lokal sekolah di Banyuwangi. Atau mengutip kang Hasan Basri yang membawa buku Tata Bahasa Bahasa Madura “Kita seharusnya juga punya buku seperti ini.”

Pak Andang perlu mencermati perkembangan dengan lebih teliti. Bahasa Using sudah (bukan hendak atau akan) diajarkan di sekolah dasar sejak tahun ajaran 1997/1998. Dalam sambutannya pada Kamus Bahasa Daerah Using-Indonesia yang disusun oleh Pak Hasan Ali (2002), Bupati saat itu Ir. H. Samsul Hadi menulis “dalam rangka pelestarian, pembinaan dan pengembangan bahasa Using, sejak tahun ajaran 1997/1998 bahasa Using telah diajarkan sebagai mulok (kurikulum muatan lokal) di SD-SD dan kelas di SLTP-SLTP di seluruh Kabupaten Banyuwangi." Belakangan pengajaran di tingkat SLTP dihentikan dengan diberlakukannya kurikulum 2013 yang memberlakukan syarat seorang guru harus mengajar sesuai dengan bidang keahliannya. Sementara belum ada satupun sarjana bahasa Using.

Memang, sejak diperkenalkannya tata tulis Latin awal tahun 1900an, orang Banyuwangi seperti buta huruf tidak lagi menghasilkan karya-karya tulis. Padahal dengan menggunakan aksara carakan ataupun arab pegon, banyak karya sastra (tulis) yang dihasilkan di Banyuwangi, seperti disinggung oleh Pak Zoetmulder (Kalangwan, hal. 540).

Atas dorongan dari Pak Suparman Heru Santosa yang disertasinya berjudul “Bahasa Using di Kabupaten Banyuwangi” (Universitas Indonesia, 1987), bahasa Using tulis diperjuangkan keberadaannya terutama oleh Pak Hadan Ali. Berbagai perangkat kebahasaan seperti Kamus bahasa Using-Indonesia (2002), Pedoman Umum Ejaan Bahasa Using (2006) dan Tata Bahasa Baku Bahasa Using (2006) lahir dari tangan beliau. Keluarnya Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2007 tentang Pembelajaran Bahasa Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar juga menjadi dasar yang cukup untuk pengembangan bahasa Using.

Buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Using dan Tata Bahasa Baku Bahasa Using menuliskan detil aturan yang disodorkan dan antara lain mengapa sampai pada kesimpulan menggunakan Using, bukan Osing apalagi Oseng.

Membandingkan Using, Osing dan Oseng sangat sangat tidak adil menurut saya. Karena Pak Hasan menyusun aturan penulisan yang cukup lengkap dalam buku Pedoman Ejaan. Dalam buku Tata Bahasa Baku, walaupun belum terlalu komprehensif, beliau sudah mengurai berbagai sudut kebahasaan. Misalnya, dalam bahasa Using, /i/ beralofon dengan /e/,  /a/ beralofon dengan /A/ dan /u/ beralofon dengan /o/.

Sehingga:

‘ayam’ /pitik/ bukan ditulis /petek/ karena saat diberi imbuhan berbunyi /pitike/.

‘panjang’ /dawa/ tidak ditulis /dowo/ tetapi /dawa/ dengan bunyi /dAwA/ karena pada saat diberi imbuhan /dAwA/ menjadi /dawane/.

 ‘batal’ /wurung/ tidak ditulis /worong/ tetapi /wurung/ karena pada saat diberi imbuhan menjadi /wurunge/.

Dan banyak aspek kebahasaan lain yang dibicarakan misalnya proses morfologis dalam pembentukan kata bahasa Using. Buku Tata Bahasa Baku Bahasa Using ini belum selesai. Dan salah satu orang yang ditinggali pesan untuk meneruskan penulisannya adalah Pak Hasan Basri yang juga membantu Pak Hasan Ali selama proses penyusunan Kamus Using-Indonesia yang sekarang sudah bisa diunduh di playstore versi androidnya. Makanya terdengar agak aneh kalau Pak Hasan Basri diceritakan menginginkan buku seperti buku Tata Bahasa Bahasa Madura. Pak Hasan Basri ini juga ikut menyusun buku pelajaran sekolah untuk SD dan SMP serta ikut menyusun kurikulumnya.

Soal kebingungan guru-guru memilih Using, Osing atau Oseng seperti yang dikhawatirkan oleh Pak Andang, saya kira terlalu berlebihan. Dengan bahasa Using diajarkan di sekolah-sekolah lebih dari 20 tahun, guru-guru sudah memahami betul versi mana yang dipilih. Using yang sudah dilengkapi dengan Pedoman Ejaan dan Tata Bahasa, atau Osing dan Oseng yang sampai saat ini hanya berupa wacana. Mengapa saya sebut wacana? Bahasa itu lebih dari sekedar “kata” Using atau Osing dan Oseng. Kalau penganut Osing dan Oseng serius, mereka mestinya membuat tandingan Pedoman Ejaan atau Tata Bahasa seperti yang sudah dilakukan oleh Pak Hasan. Jadi tidak bisa Using, Osing dan Oseng dibandingkan. Apanya yang akan dibandingkan? Yang satu sudah tertata dan yang lain cuma wacana.

Jadi, saya menyambut baik rencana penelitian yang akan disponsori oleh Bappeda dengan leading sektornya LP3M Untag. Mudah-mudahan penelitian ini akan membantu pengembangan bahasa Using menggapai posisinya yang lebih baik. Penelitian apa yang cocok? Apapun yang bisa melengkapi penelitian-penelitian yang sudah ada. Misalnya, disertasi Pak Parman atau buku-bukunya Pak Hasan. Nah, kalau urusan linguistik  ini, ahlinya Pak Andang.  

Barangkali, selain penelitian mikro linguistik yang akan dilakukan yang disponsori oleh Bappeda tadi, perlu juga membedah buku Pedoman Ejaan dan Tata Bahasa yang diragukan oleh sebagian orang karena Pak Hasan Ali bukan ahli bahasa. Biar tidak berlarut-larut dan mundur 30 tahun ke belakang karena opini yang menuruti pemahaman kebahasaan semaunya sendiri. Semoga LP3M Untag sebagai wadah akademisi bisa menelaah secara akademis tanpa ditunggangi kepentingan politik.

Penulis merupakan Ketua Paguyuban Sengker Kuwung Belambangan

Redaktur menerima berbagai tulisan, kirimkan tulisan anda dengan mendaftar sebagai kontributor di sini. Mari ikut membangun basa Using dan Belambangan.


Editor: Antariksawan Jusuf