Syekh Maulana Ishaq dan Wabah di Blambangan

M Hidayat Aji Wirabhumi (dipublikasikan pada Senin, 23 Maret 2020 07:54 WIB)
- Esai



Dikisahkan sekitar tahun 1458, di negeri Passai, hiduplah seorang Da'i dari Samarqand (dekat Bukhara di Asia Tengah) bernama Syaikh Maulana Ishaq. Menurut Agus Sunyoto dalam Atlas Walisanga, dia adalah putera dari Syekh Maulana Ahmad Jumaad al-Kubro atau Syekh Jamaluddin Akbar al-Husyaini. Kepergiannya ke Jawa, selain untuk mencari ayahnya yang sudah pergi ke Jawa lebih awal, juga untuk mengunjungi sepupunya, Ali Rahmat. Dia mendengar bahwa Ali Rahmat kini telah mendapat kedudukan terhormat sebagai Mufti Agung Agama Islam di Majapahit bergelar Susuhunan dan mendapat tanah perdikan di Ampel Denta dekat Gresik dari Maharaja Majapahit, Sri Wijayaparakramawardhana Dyah Kertawijaya (1447-1451).

Setelah setahun di Ampel (1459), datanglah seorang pangeran dari Kadipaten Balumbung yang bernama Pangeran Karucil. Dia diutus oleh ayahandanya, Adipati Balumbung, Menak Sembuyu (1440-1461), untuk mencari tabib yang mampu menyembuhkan adiknya, Dewi Ratna Saboddhi/Dyah Sekardadu, yang kini sedang sakit berkepanjangan, dia tertidur dan tak sadarkan diri dalam karena wabah pagebluk yang sedang menyebar di Kadipaten ujung timur Jawa tersebut. 

Saat itulah Susuhunan Ampel dan Syekh Maulana Ishaq mendapat kabar tentang penyakit parah yang mewabah di Kadipaten Balumbung. Banyak tabib tersohor dari seantero Jawa, Bali, Madura, dan bahkan dari seberang telah dipanggil untuk mengobati sang Dewi, namun tidak juga membuahkan hasil. Adipati Menak Sembuyu bahkan juga telah membuat sayembara, bahwa siapapun yang berhasil mengobati Sang Dewi, jika seorang laki-laki akan diambil menantu dan jika perempuan maka dia akan dijadikan saudara angkat Sang Dewi. Namun, semenarik apapun hadiahnya, tidak ada seorang pun yang sanggup memenangkan sayembara tersebut.

Entah apa penyakit yang sedang melanda Kadipaten Balumbung. Namun dalam beberapa prasasti dan naskah Kuna telah disebutkan  bahwa pada masa lampau, penyakit atau wikara di Jawa antara lain adalah, bubuhen/wudunen, buletin/katarak, humbelen/flu, buduk/lepra/kusta, uleren/cacingan, beser, mengi/asma, Lampung/penyakit kulit, tidur/koma, dan sebagainya. 

Susuhunan Ampel kemudian meminta tolong pada Syekh Maulana Ishaq yang memang memiliki keahlian dalam bidang pengobatan untuk pergi bersama Pangeran Karucil ke Kadipaten Balumbung. Singkat cerita, Syekh Maulana Ishaq setuju dan mereka kemudian berlayar menyusuri pantai menuju ke Kadipaten Balumbung. Namun Syekh Maulana Ishaq tidak langsung menuju Kutha Kadipaten, dia sempat singgah di Pahiton (Probolinggo) dan kemudian menunggu Pangeran Karucil di Bukit Pacarron (Situbondo).

Pangeran Karucil tiba di Kutha Kadipaten Balumbung dan segera menghadap ayahnya. Dia mengabarkan bahwa ada seorang pertapa sakti dari seberang bernama Syeh Wali Lanang yang kini bertapa di bukit Pacarron. Menurut kabar, pertapa itu dapat mengobati penyakit yang diderita rakyat. 
Patih Arya Samboja kemudian mengutus Senapati Bajul Seghara ke Bukit Pacarron untuk menemui Syekh Wali Lanang yang tak lain adalah Syekh Maulana Ishaq itu. Dan Syekh Maulana Ishaq berkenan mengobati Dewi Sekardadu. 

Rupanya, sambil menunggu dijemput, Syekh Maulana Ishaq telah berkeliling ke desa-desa dan memperhatikan keadaan lingkungan dan kebiasaan masyarakat. Dia paham bahwa masyarakat Balumbungan masih kurang memperhatikan kebersihan diri dan lingkungan sehingga di daerah mereka dapat muncul wabah penyakit semacam itu.

Masyarakat Jawa pada waktu itu masih banyak yang mengkonsumsi kalong (kaluwang), kera (wrai), dan lain-lain. Bahkan orang Jawa juga mengkonsumsi cacing, katak, dan tikus yang menurut Negarakertagama, binatang-binatang itu adalah pantangan yang apabila dikonsumsi hanya akan menyebabkan kehinaan. Selain daripada itu, memang binatang-binatang tersebut adalah pembawa bakteri atau virus yang diantaranya mungkin menjadi sebab penyakit meningitis, penyakit yang penderitanya bisa tak sadarkan diri dalam waktu yang lama seperti gejala yang ditampakkan dalam sakit Dewi Sekardadu.

Kemudian Syekh Wali Lanang mencoba mengobati sakit Dewi Sekardadu hingga sembuh. Tidak diceritakan bagaimana caranya. Dan selama menunggu perkembangan sang puteri, Syeh Wali Lanang rupanya juga mengajarkan masyarakat untuk lebih mencintai kebersihan diri dan lingkungan. Pangeran Karucil adalah orang yang selalu mengikutinya kemanapun pergi di pelosok-pelosok Kadipaten.

Setelah sembuh, Dewi Sekardadu kemudian bersedia dengan suka rela menerima mengikuti agama Islam bersama Pangeran Karucil. Sejak itu Dewi Sekardadu memiliki nama islam Nyai Mas Ratu Atikah (Buyut Tikah). Keputusan itu segera disusul oleh beberapa anggota keluarga Kadipaten Balumbung lainnya yang juga menyatakan bersedia masuk Islam. Bahkan Adipati Menak Sembuyu memperkenankan agar Syekh Wali Lanang mengajarkan kebersihan sebagaimana dalam agama itu kepada rakyatnya. 

Setelah beberapa lama di Balumbung, akhirnya sebagaimana isi swayamwara yang telah diucapkan oleh Adipati Menak Sembuyu, maka Dewi Sekardadu dinikahkan dengan Syeh Wali Lanang atau Syekh Maulana Ishaq. Sejak itulah agama islam mulai diterima oleh rakyat Balumbung.

Redaktur menerima berbagai tulisan, kirimkan tulisan anda dengan mendaftar sebagai kontributor di sini. Mari ikut membangun basa Using dan Belambangan.


Sumber : Suluk Balumbung, Negarakertagama, Babad Demak, Babad Tanah Jawi, Kitab Rajapatigundala, Kitab Korawasrama, Atlas Walisanga, Girindra.

Editor: Antariksawan Jusuf