Pantai Cacalan, Mengenang Kedatangan VOC di Tanah Blambangan

Iraa Rachmawati (dipublikasikan pada Selasa, 28 Januari 2020 07:55 WIB)
- Kuliner



17 September 1691. Dua kapal besar dari Semarang yang membawa orang-orang VOC untuk pertama kalinya merapat di wilayah Kerajaan Blambangan sebelah timur.

Kedatangan mereka untuk menjalin kerjasama terkait pembayaran bea cukai dengan kerajaan Blambangan.

Pantai yang pertama kali didarati adalah Pantai Klatak atau Tanjung Jajang. Kala itu di sekitar pantai banyak sekali tumbuh jajang atau bambu.

Tamu VOC disambut dengan upacara kenegaraan dan minum tuak dari gelas bambu.

Singoyudo, semacam kepala bea cukai dan dewan kenegaraan dari kerajaan Blambangan yang langsung menyambut tamu dari VOC.

Upacara penyambutan digelar di Pantai Klatak atau Tanjung Jajang.

Jalur laut sengaja dipilih karena jalan darat masih belum juga dibuka. Jalur Anyer Panarukan baru ada pada tahun 1808, sedangkan 0 kilometer di Banyuwangi baru selesai 1875.

Jalur laut adalah satu satunya jalur untuk masuk ke Kerajaan Blambangan sebelah timur.

Setelah upacara penyambutan mereka singgah ke pos pengamanan Ketapang, Papring, Penataban, Cungking, Kabat, Tambong dan Mangir.

Perjalanan yang ditempuh seharian penuh tersebut berakhir di wilayah Singonjuruh, salah satu bagian dari istana Kerajaan Blambangan yaitu daerah Wijenan.

Para tamu VOC menginap di sana.

Sayangnya satu hari setelah kedatangan mereka, Prabu Tawangalun II meninggal dunia tepatnya pada 18 September 1691. Dari tanggal meninggalnya Tawangalun II inilah akhirnya diketahui tanggal berapa dua kapal besar VOC untuk pertama kalinya merapat di Pantai Klatak.

Anak Tawangalun II, Mas Sosronegoro masih kecil. Dia diselamatkan dan diasuh oleh orang keturunan Cina di sebuah wilayah yang sekarang dikenal Labancino.

Karena Prabu Tawangalun II meninggal, maka kerjasama dengan orang-orang VOC tidak bisa dilanjutkan. Ini menjadi sebuah keberuntungan bagi negara Blambangan yang tetap tidak tersentuh oleh VOC.

Perjalanan sejarah yang diceritakan Suhalik, sejarawan di Banyuwangi tersebut menjelaskan bahwa Pantai Klatak atau Tanjung Jajang adalah wilayah pantai yang saat ini dikenal dengan nama Pantai Cacalan.

Tanjung Jajang dan Pantai Klatak juga menjadi tempat pendaratan pasukan Panji Sakti, salah satu raja Buleleng Bali untuk menahan serangan dari Untung Suropati pada tahun 1676

Nama Klatak diambil karena wilayah tersebut adalah jalur yang dilewati lahar saat gunung Ijen meletus dan mengeluarkan suara klatak, klatak, klatak yang berasal dari banyak batu bercampur lahar.

Nama Klatak sekarang menjadi salah satu kelurahan di Kecamatan Kalipuro.

Di sepanjang Tanjung Jajang ada daratan yang menjorok ke laut dan dipenuhi dengan pohon bambu. Konon saat pembukaan lahan pertanian di wilayah tersebut, pohon bambu dicacal atau dipacul sehingga wilayah tersebut terkenal dengan nama Pantai Cacalan hingga saat ini.

Tanjung Jajang, saya pikir wilayahnya mulai dari Solong, Tanjung Bulusan hingga Sranit atau Pantai Ancol yang berbatasan d dengan Pantai Boom karena daratannya lebih menjorok dan geografis pantainya memiliki kemiripan, termasuk tradisi Rebo Wekasan

Pohon bambu dikenal tanaman yang tumbuh di wilayah yang banyak airnya, dan ini nyata.

Di sekitar Pantai Cacalan, paling sedikit ada empat sumber mata air yaitu Sumber Poh, Sumber Jambe, Sumber Lanang, dan Sumber Kedung. Sumber yang terakhir berada di Sukowidi sebelah utara.

Mata air tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat Sukowidi dan sekitarnya untuk mandi hingga cuci pakaian. Tapi sayangnya sekarang mata air-mata air tersebut semakin mengecil.

Di sekitarnya, rumah mulai tumbuh dan dibangun. Anak-anak sekarang mungkin sudah tidak lagi merasakan betapa bahagianya mandi di sumber sepulang bermain di Pantai Cacalan dan mencari pohon duwet yang tumbuh di dekat sumber.

Buat saya pribadi, tidak ada hal lain yang menyenangkan selain mengetahui sejarah tempat saya tinggal. Tempat bumi yang dipijak. Tempat bapak dan ibu membesarkan saya.

Mari mengumpulkan ingatan masa lalu. Tempat menghabiskan masa kecil kita.

Terimakasih kepada pak Suhalik yang telah bercerita pada tradisi Rabu Wekasan lalu.

Redaktur menerima berbagai tulisan, kirimkan tulisan anda dengan mendaftar sebagai kontributor di sini. Mari ikut membangun basa Using dan Belambangan.


Editor: Antariksawan Jusuf