Sastra Santet dalam Puisi Using (Bagian 3 dari 4)

Antariksawan Jusuf (dipublikasikan pada Sabtu, 07 Desember 2024 09:45 WIB)
- Opini



Sastra Santet Dalam Puisi Using (Bagian 3 dari 4)


4.       Sekapur Sirih

Ada mantra santet dalam sastra Using, yang sebenarnya dalam kajian khusus, ditemukan juga secara nasional dan ada di mana-mana, yaitu Santet Sekapur Sirih. Dalam sastra Melayu sering diistilahkan sebagai Kata Pengantar. Di bagian lain di Pulau Sumatera, di Jambi, Belitung, Pekanbaru dan Payakumbuh diwujudkan dalam bentuk tari silat kehormatan untuk menyambut tamu.
   Tetapi di Banyuwangi, di lingkup masyarakat Using, Sekapur Sirih merupakan penerapan santet untuk para gadis-gadis yang akan menari dalam bentuk upacara pawai atau odalan dengan cara mengoleskan Kapur Sesirih di balik daun telinganya, atau di Banyuwangi dikenal sebagai “Enjet Sak Pijet” (Kapur seolesan ujung jari: red).

Mantra yang diucapkan cukup pendek:
Enjet sak pijet, ditakir nyang suruh

Aja weruh weruh, sedurunge luruh

Karinget banget, kaya disenget

Kaya disuduk bangsat

Katon semorot

Serngenge dicokot

 Santet ini pernah dipergunakan dalam Pawai Ta’aruf ketika Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) se Jawa Timur di Madiun. Sebanyak 33 orang gadis penari Rodat Shalawat, terlihat sangat molek seperti bidadari. Berjudul “Tiga Puluh Tiga Dzikir Kecantikan.” Masyarakat Kota Madiun terkagum-kagum melihatnya sepanjang jalan.
   Mantra itu jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, terasa kurang menggigit nilai sastranya:

Sekapur sirih, dipulas di balik telinga
Jangan ada yang tahu, sebelum menyatu
Peluh hangat, mata tersengat
Terasa seperti ditusuk bangsat
Wajah berkilau cahaya
Mulut menelan surya

    Mantra ini hanya digunakan pada siang hari, di bawah terik sinar matahari. Bukan seperti mantra Sensreng (mantra yang digunakan penari agar wajahnya terlihat cantik: red) yang sering digunakan penari gandrung pada malam hari.

 5.       Mantra Mbok Sri Tanjung

Mantra Santet yang sering diburu-buru oleh para ibu rumah tangga adalah mantra santet Mbok Sri Tanjung. Sastra santet yang cukup tersanjung yang dirindukan perempuan yang punya suami.

 Mbok Sri Tanjung

Mbok Sri Tanjung

Aja diambung jabane lurung

Omproke urung-urung

Basahane sarung kuwung

Aja bingung

Nawi kesandhung

Bisa wurung

 
(Kak Sri Tanjung

Kak Sri Tanjung

Jangan dicium di luar jalan

Bermahkota urung-urung

Berbelit sarung pelangi

Jangan bingung

Agar tak kesandung

Bisa batal)

 Mantra santet yang membuat suami betah di rumah, “ikut ke dapur, ikut ke sumur, ikut ke pasar, rajin di latar. Jika mempunyai bayi, ikut menggendong dengan selendang pelangi. Julukannya sering diplesetkan keluarga, tetangga dan teman-temannya dengan memanggilkan “Mbok” (Kakak) atau “Bibik”.
   Ada juga semacam Sastra Using sebagai ungkapan yang digunakan untuk para Pengantin Baru atau Kemanten Anyar. Sudah diangkat dalam bentuk lagu dan gending, berjudul Iring-iring.

Iring-iring ning Ereng-ereng

Arang-arang diuring-uring

Aring-aring ning urung-urung


Idiom yang sulit diterjemahkan dalam bahasa verbal, sebab mengandung kajian sekuriti antar keluarga atau teman dekat. Khusus dipergunakan pengantin baru, agar kemesraan terus berlaku selama-lamanya, dengan syarat, warna kasurnya merah dan hitam, dijemur setiap bulan Haji di pelataran dan digeblok dengan mantra itu. Warna bagi masyarakat Using, bukan hanya rupa, tetapi juga rasa.

(Bersambung)

Redaktur menerima berbagai tulisan, kirimkan tulisan anda dengan mendaftar sebagai kontributor di sini. Mari ikut membangun basa Using dan Belambangan.


Sumber : Hasnan Singodimayan

Editor: Hani Z. Noor